Judulnya seperti sebuah kisah cinta muda mudi yang dilanda kerinduan yang mendalam. Tapi bukan seperti itu nuansanya. Memang ada rindu yang bersambut untuk bisa datang lagi ke kota Metropolitan Terbesar di Indonesia Timur ini.
Dua kali kunjungan saya ke kota Coto ini , dalam waktu yang singkat tetapi kedua duanya saya dihujani. Artinya setiap kali saya datang,selalu disambut hujan sepanjang hari. Tapi kunjungan kali ini lebih berkesan karena selain memang tujuan utamanya untuk keluarga tapi ternyata saya di beri rejeki bisa bertemu dengan teman masa kecil (SMP) yang setelah lulus SMP kami nggak pernah bertemu. Nah di Makassar inilah kami bertemu, berbagi rindu dan cerita sambil menikmati indahnya Kota Makassar, lezatnya makanan khasnya dan meriahnya oleh-oleh yang akan kubawa kembali ke Sidoarjo.
Pantai Losari
Ke Makassar harus jalan ke Pantai Losari, karena pantai ini sudah menjadi ikon Kota Makassar. Pantai Losari ini tidak punya pasir seperti pantai-pantai lain, dan airnya sangat dalam, jadi tidak bisa kita main-main pasir atau berenang seperti kalau kita biasa berkunjung ke pantai. Disepanjang pantai losari dibuat tanggul beton untuk menahan ombak.
Di kawasan pantai ini, ada pemandangan menarik yaitu Masjid Terapung “Amirul Mukminin” salah satu dari 6 Masjid terapung terindah di Indonesia, yang dipunyai kota Makassar. Masjid ini mampu menampung 400-500 jama’ah.
Disekitar pantai Losari ini, kita juga bisa menikmati berbagai makanan khas Makassar, mulai dari camilan sampai makanan berat.
I Love Sop Ubi
I don’t know kenapa tiba-tiba saya jatuh cinta dengan Sop Ubi. Kedengarannya sederhana untuk di Jawa, tapi mungkin tidak untuk di Makassar. Ubi yang dimaksud disini adalah Singkong rebus. Diantara banyak makanan Makassar yang terkenal seperti Coto, Konro, Palumara, Sop Saudara.... Sop Ubi ini paling saya suka. Rasa Sop ubi seperti Soto Daging Madura, tapi isinya nggak cuma daging dan bbrp jeroan seperti paru tapi juga ada Mie kuning, su’un, kecambah ,telor dan ubi (Singkong) rebus yang dipotong dadu. Perpaduan yang unik dan yummie menurut lidahku.
Disetiap perjalanan di suatu kota, saya selalu tertarik untuk bisa melihat museum atau peninggalan masa lalu. Bangunan bersejarah disebuah tempat pasti membuat saya berimajinasi tentang gambaran masa lalu. Tidak terkecuali di Makassar, kesempatan berkunjung ke Fort Rotterdam yang diberikan sahabat saya ini sangat berharga.
Fort Rotterdam ini nama yang diberikan Cornelis Speelman Gubernur Hindia Belanda yang saat itu berkuasa di Indonesia., dan digunakan untuk menyimpan rempah-rempah. Nama asli dari Fort Rotterdam ini adalah Benteng Ujung Pandang, dibangun oleh Raja Gowa ke 9 tahun 1545. Bentuk Benteng Ujung Pandang ini seperti penyu yang turun ke lautan, itu sesuai dengan filosofi Kerajaan Gowa . Penyu bisa hidup di darat dan lautan, demikian juga Kerajaan Gowa yang berjaya di Lautan maupun didarat.
Ada beberapa tempat di Fort Rotterdam ini yang harus dikunjungi, tapi karena keterbatasan waktu, saya memilih hanya masuk di Museum Al Galigo, museum yang menyimpan referensi sejarah kebesaran Makassar (Gowa - Tallo) dan daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan.
Kebetulan waktu kami datang ke Fort Rotterdam, disana sedang ada event berkumpulnya komunitas sepeda kuno dan sempurnalah suasana kuno seperti melintasi mesin waktu di jaman penjajahan belanda dan ini perjalanan terakhir kami muter-muter kota Makassar sebelum akhirnya kami mengubek ubek toko oleh-oleh untuk membeli kacang disco, wedang coklat jahe dan wedang sarabah oleh-oleh khas Makassar yang terkenal itu.
Thanks Inneke, for trip around city of Makassar .
Fort Rotterdam ini nama yang diberikan Cornelis Speelman Gubernur Hindia Belanda yang saat itu berkuasa di Indonesia., dan digunakan untuk menyimpan rempah-rempah. Nama asli dari Fort Rotterdam ini adalah Benteng Ujung Pandang, dibangun oleh Raja Gowa ke 9 tahun 1545. Bentuk Benteng Ujung Pandang ini seperti penyu yang turun ke lautan, itu sesuai dengan filosofi Kerajaan Gowa . Penyu bisa hidup di darat dan lautan, demikian juga Kerajaan Gowa yang berjaya di Lautan maupun didarat.
Ada beberapa tempat di Fort Rotterdam ini yang harus dikunjungi, tapi karena keterbatasan waktu, saya memilih hanya masuk di Museum Al Galigo, museum yang menyimpan referensi sejarah kebesaran Makassar (Gowa - Tallo) dan daerah-daerah lain di Sulawesi Selatan.
Kebetulan waktu kami datang ke Fort Rotterdam, disana sedang ada event berkumpulnya komunitas sepeda kuno dan sempurnalah suasana kuno seperti melintasi mesin waktu di jaman penjajahan belanda dan ini perjalanan terakhir kami muter-muter kota Makassar sebelum akhirnya kami mengubek ubek toko oleh-oleh untuk membeli kacang disco, wedang coklat jahe dan wedang sarabah oleh-oleh khas Makassar yang terkenal itu.
Thanks Inneke, for trip around city of Makassar .
Komentar
Posting Komentar