Waktu kecil mungkin kita sering sekali ditanya tentang
cita-cita. Kalau dulu, cita-cita yang terekam pasti jadi dokter, insinyur,guru
tapi anak-anak sekarang punya jawaban yang sangat beragam sampai kadang-kadang
banyak orang tua yang tidak siap mendengar jawaban buah hatinya. “Ibu/ Ayah ,
aku mau jadi tukang sampah!” mungkin orang tua akan terkaget-kaget mendengar
jawaban itu dan langsung emosi sedih tanpa menanyakan kenapa cita-citanya
seperti itu. Banyak orang tua tidak sadar bahwa anak melihat lingkungan. Ketika
dia nyaman dengan lingkungan yang bersih karena setiap pagi tukang sampah
menyapu dan mengambil sampah-sampah , dia ingin menjadi bagian dari kebersihan
itu. Bersyukur ketika mempunyai anak yang peka dengan lingkungan seperti itu,
toh nantinya pikiran anak akan berkembang ketika dia mempunyai banyak sekali
wawasan dalam pergaulan di lingungannya yang lebih luas dan orang tua bisa
mengarahkan tentang sebuah cita-cita ketika dia sudah paham tentang minatnya.
Dibeberapa pembicaraan dengan teman-teman sesama ibu, ada
gambaran seperti yang saya tulis diatas. Cita-cita yang baik sepertinya
cita-cita yang dapat menghasilkan uang yang banyak. Sementara sukses itu bukan
semata-mata perkara materi walaupun memang materi itu diperlukan. “Bunda, aku
pingin sekolah yang banyak berhubungan dengan mesin, aku suka sekali utak-atik
mesin, tapi ortu nggak setuju aku masuk SMK. Ortu pengennya aku masuk SMA, aku
suka bosen Bun, kalo dikelas .. Tapi yaaa sudahlah kan aku masih SMP yaa Bun”
begitu kata Monita. Lain lagi dengan Vira... “ Kalo aku suka sastra Bun, tapi
gimana yaaa Bun? “ Kenapa ?? tanyaku... Orang tuamu bilang sastra itu nggak
usah jadi cita-cita? Jadi hobi saja?” Bener Bunda.. Bunda kok tau sih!! “ aku
senyum aja mendengar celotehan mereka ketika kita punya kesempatan ngobrol.
Mereka remaja putri ber enam saling berceloteh tentang apa yang sebenarnya
mereka inginkan. Ada yang bilang “hmmm.. aku belum kebayang ,pengen jadi apa”,
selesai mendengarkan curhatan putri-putri ini aku bilang “ kalian yang belum kebayang
pengen jadi apa besok, Bukan berarti kalian nggak pernah punya keinginan/minat
kan terhadap sebuah pekerjaan?? Mata mereka membelalak dgn pertanyaanku seperti
memikirkan sesuatu trus mengangguk angguk. “Nggak salah kok , kalo sampe
sekarang kalian belum bisa membayangkan besok pengen jadi apa, tapi mulai
sekarang kalian harus cari tahu sebenarnya kalian pengen apa, kalian berminat
dimana. Nanti coba dirumah, kalian obrolkan dengan orang tua kalian. Kalau sudah
ketemu, seperti Monita dan Vira coba juga diskusikan dengan orang tua. Kalau
memang mantap, coba mulai sekarang kalian fokus fokus dan fokus. Semoga Allah
senantiasa menguatkan cita-cita kalian dan membantu utnuk mewujudkannya.
“Aamiin Ya Robbal Allamin “ serempak mereka meng-amini.
Dari Intisari online L.
Harini Tunjungsari, M.Psi, psikolog dari Universitas Katolik Indonesia
Atmajaya, mengatakan“Ada tipe anak tertentu yang tidak begitu mudahnya
meng-iya-kan perkataan orangtuanya.” Anak macam itu punya motivasi sendiri. Dia
tahu apa yang dia mau.
Anak yang punya power sendiri dan kebetulan minatnya
berbeda dengan orangtua, yang diperlukan adalah dialog. Orangtua harus
memikirkan cara bagaimana mereka bisa berdiskusi secara sepadan. “Masing-masing
boleh menjual kelebihan dan menyerang kekurangan jurusan yang diajukan lawan
bicara,namun memang orangtua harus tetap memberikan pendampingan dan penjelasan
kepada anak tentang jurusan dan profesinya kelak.
Hasil dari usaha orang tua
untuk mengantarkan pada kesuksesan Anak itu mungkin hanya seujung kuku, selebihnya
adalah Allah yang memberi. Kalau pendapat saya , Janganlah terlalu
khawatir akan masa depan anak-anakmu serahkan semuanya pada Allah, asal orang
tua jangan pernah lepas berdoa untuk anak-anaknya dan memberi dukungan
sepenuhnya dengan sekuat tenaga.
Pak Mutif Chatib pernah
mengatakan “ Orang pertama yang menghancurkan cita-cita dan masa depan anak
adalah orang tuanya sendiri!! Sementara Ayah Edi mengatakan “Orang pertama yang
mampu mewujudkan cita-cita dan sukses besar seorang anak juga orang tuanya
sendiri!! Jadi silakan pilih termasuk orang tua yang manakah kita?”. Ayah Edi
juga mengatakan : Sesungguhnya yg membuat sukses seorang anak bukanlah kaya
atau miskin orang tuanya. Berapa banyak sudah kita saksikan anak orang kaya yg
berakhir dengan kehidupan yg berantakan. Dan ada ribuan atau bahkan jutaan anak
yg dulunya lahir dari keluarga berkekurangan sekarang menjadi orang sukses
terkenal, menjadi Pimpinan2 Perusahan besar, Menteri atau bahkan Presiden di
Republik ini.
Dalam bukunya “Sepatu Dahlan”
, Bapak dari Dahlan Iskan mengatakan bahwa Dahlan harus berjuang sendiri untuk
menggapai cita-citanya.
Temanku, berapa banyak
anak-anak yang ingin bisa sekolah tapi tidak bisa? Mereka yang kurang beruntung
ini, kalau ditanya cita-citanya pasti tinggi. Aku melihat, untuk bisa sekolah,
perjuangan anak-anak di desa dan di kota sekarang hampir sama, atau mungkin
lebih keras di kota. Dalam perjalanan pulang, aku melihat seorang anak
berseragam SD mungkin seumuran dgn anakku, berusaha keras menuntun sepeda di
pinggir jalan yang sangat ramai dgn kendaraan besar dan kecil. Jalannya naik ,
berbatu dan harus melewati rel kereta api. Itu nggak seberapa, suatu malam di
sebuah warung tempe penyet, ada anak perempuan ngamen dan ketika kita tanya dia
kelas 3 SD di SD yang lumayan Favorit di Surabaya. Dan di lain kesempatan, aku
cukup lega ketika membaca disebuah surat kabar online bahwa di sebuah daerah,
pemerintah daerah setempat mengajak anak-anak yang putus sekolah untuk bisa
melanjutkan sekolah lagi. Mereka gak perlu sibuk dengan seragam, buku, tas dan
perlengkapan lainnya ataupun transportasi karena semua akan ditanggung
pemerintah daerah. Hasilnya hari pertama mereka bersekolah ada yang nggak pake
seragam, ada yang gak pake sepatu dll.. mengharukan. Mereka semua punya
cita-cita dan ingin mewujudkannya.
Sementara banyak juga orang tua yang menghambur-hamburkan uangnya untuk menuruti ke-egoisannya menentukan anaknya harus jadi apa kelak. Cerita nyata dari seorang ayah, anaknya yang beliau sekolahkan sampai lulus sarjana menghadapnya setelah wisuda dgn membawa selembar ijazah dari jurusan pilihan Bapaknya.. Anaknya berkata “ Bapak, ini ijazahku seperti yang Bapak minta... jadi sekarang tugas saya menjadi sarjana sudah selesai. Sekarang saya ingin menentukan hidup saya sendiri”
Sementara banyak juga orang tua yang menghambur-hamburkan uangnya untuk menuruti ke-egoisannya menentukan anaknya harus jadi apa kelak. Cerita nyata dari seorang ayah, anaknya yang beliau sekolahkan sampai lulus sarjana menghadapnya setelah wisuda dgn membawa selembar ijazah dari jurusan pilihan Bapaknya.. Anaknya berkata “ Bapak, ini ijazahku seperti yang Bapak minta... jadi sekarang tugas saya menjadi sarjana sudah selesai. Sekarang saya ingin menentukan hidup saya sendiri”
Mudah-mudahan kita semua
diberikan kekuatan lahir batin oleh Allah untuk menghantarkan anak-anak kita
kelak mejadi anak-anak yang sukses. Terima kasih untuk semua pemandangan yang
telah meng-inspirasiku menulis ini, sekaligus memberi pelajaran aku sebagai
orang tua.
Komentar
Posting Komentar