Kebetulan ,saya orang yang suka belajar ... Belajar dari mana saja dan lewat mana saja asal bisa dipertanggungjawabkan dalam kehidupan. Tokoh-tokoh besar dan para Motivator selalu menarik saya untuk membaca tulisa-tulisan beliau. Tentu saja tidak sekedar membaca tetapi juga meresapi dan memikirkannya dan selalu berusaha untuk menjalani dengan pikiran yang terbuka. Seperti Tulisan Bapak Adi W Gunawan berikut ini , sebelumnya pernah aku diskusikan juga dengan sahabatku dan kita sepakat. Kita simak yuuuuk tulisannya :
"Manusia pada dasarnya
ingin bahagia. Ada berbagai cara dan upaya yang dilakukan agar dapat mencapai,
mengalami, dan merasakan kondisi yang dinamakan bahagia.
Bahagia punya banyak wajah bergantung pada sudut pandang, perspektif, pengharapan, dan realita internal kita. Masing-masing orang punya "bahagia"-nya sendiri.
Walau ada banyak wajah namun ada satu ciri yang sama dan melekat padanya yaitu perasaan senang dan nyaman baik di perasaan / emosi dan tubuh fisik.
Tahukah Anda bahwa ada banyak jenis bahagia. Ada yang bahagia secara fisik, perasaan, estetika, moral, dan spiritual.
Satu hal yang selalu diinginkan setiap orang yaitu ingin bisa selalu bahagia. Di sinilah masalah berawal. Penggunaan kata "selalu" adalah bentuk afirmasi yang tidak mungkin bisa dipenuhi. "Selalu" adalah kondisi yang sifatnya langgeng permanen, tidak berubah, selalu sama dan ini tidak mungkin.
Saat kita berharap untuk selalu bahagia maka pada saat yang sama kita mulai tidak bahagia. Mengapa? Karena "selalu" adalah cerminan sifat kelekatan pada sesuatu. Semakin kuat keinginan kita untuk bisa selalu bahagia maka semakin kuat cengkeraman kelekatan ini dalam diri kita.
Saat orang, yang ingin selalu bahagia, mulai merasa tidak bahagia dan tidak bisa menerima kondisi ini akan muncul perasaan tidak suka atau benci (pada kondisi tidak bahagia). Perasaan benci menyulut emosi lanjutan yaitu marah dan hilanglah kebahagiaan yang didambakan.
Orang yang tidak bahagia adalah mereka yang tidak tahu, tidak menyadari, atau tidak bisa menerima bahwa segala sesuatu itu berubah. Tidak ada yang kekal kecuali ketidakkekalan itu sendiri.
Bahagia bila tidak disadari dan dimengerti sebagai kondisi perasaan sesaat justru akan menjadi sumber ketidakbahagiaan karena sifatnya yang tidak kekal.
Pada tataran tertentu orang justru berusaha untuk bisa bebas dari penjara yang namanya bahagia.
Kebahagiaan tertinggi adalah menyadari bahwa segalanya pasti berubah, cepat atau lambat, dan kita siap menghadapi dan menerima semua perubahan ini dengan arif dan bijaksana"
Bahagia punya banyak wajah bergantung pada sudut pandang, perspektif, pengharapan, dan realita internal kita. Masing-masing orang punya "bahagia"-nya sendiri.
Walau ada banyak wajah namun ada satu ciri yang sama dan melekat padanya yaitu perasaan senang dan nyaman baik di perasaan / emosi dan tubuh fisik.
Tahukah Anda bahwa ada banyak jenis bahagia. Ada yang bahagia secara fisik, perasaan, estetika, moral, dan spiritual.
Satu hal yang selalu diinginkan setiap orang yaitu ingin bisa selalu bahagia. Di sinilah masalah berawal. Penggunaan kata "selalu" adalah bentuk afirmasi yang tidak mungkin bisa dipenuhi. "Selalu" adalah kondisi yang sifatnya langgeng permanen, tidak berubah, selalu sama dan ini tidak mungkin.
Saat kita berharap untuk selalu bahagia maka pada saat yang sama kita mulai tidak bahagia. Mengapa? Karena "selalu" adalah cerminan sifat kelekatan pada sesuatu. Semakin kuat keinginan kita untuk bisa selalu bahagia maka semakin kuat cengkeraman kelekatan ini dalam diri kita.
Saat orang, yang ingin selalu bahagia, mulai merasa tidak bahagia dan tidak bisa menerima kondisi ini akan muncul perasaan tidak suka atau benci (pada kondisi tidak bahagia). Perasaan benci menyulut emosi lanjutan yaitu marah dan hilanglah kebahagiaan yang didambakan.
Orang yang tidak bahagia adalah mereka yang tidak tahu, tidak menyadari, atau tidak bisa menerima bahwa segala sesuatu itu berubah. Tidak ada yang kekal kecuali ketidakkekalan itu sendiri.
Bahagia bila tidak disadari dan dimengerti sebagai kondisi perasaan sesaat justru akan menjadi sumber ketidakbahagiaan karena sifatnya yang tidak kekal.
Pada tataran tertentu orang justru berusaha untuk bisa bebas dari penjara yang namanya bahagia.
Kebahagiaan tertinggi adalah menyadari bahwa segalanya pasti berubah, cepat atau lambat, dan kita siap menghadapi dan menerima semua perubahan ini dengan arif dan bijaksana"
Komentar
Posting Komentar