Duduk berdua bersama anak pertamaku (Mbarep) sambil sama-sama menikmati susu coklat panas yang kami buat disela-sela hujan yang baru saja mengguyur .
Rumah kami termasuk di kawasan perumahan yang sering banjir ketika musim hujan. Sehingga banyak tetangga-tetangga kami, rumahnya ditinggikan. Rumah kami masih termasuk rendah belum bisa kami tinggikan. Karena itu setiap musim penghujan dan ketika hujan sudah mulai sering intensitasnya , apalagi deras dalam beberapa jam, bisa dipastikan rumah kami akan banjir. Bukan karena air dari luar masuk ke dalam tapi air dari dalam lantai rumah merembes keluar.
Rumah kami termasuk rumah yang nyaman dan lumayan cantik cuma karena rendah aja, seolah ketika musim hujan menjadi musim yang menyebalkan.
Duduk menikmati susu coklat panas berdua. Kita ngobrol tentang hujan dan rumah kita. Ketika Mbarepku berkata betapa nyamannya menikmati susu coklat panas di sela-sela hujan begini, aku meng iyakan dan nggak lupa mengingatkan kalau hujan memang enak, adem , segar tapi jangan lupa rumah kita banjir. Kita sama-sama tertawa. Yaaaa..... kita sudah bisa menertawakan sebuah ketidaknyamanan. Kemudian aku bicara lagi. "Seharusnya kita ini nggak perlu terlalu banyak mengeluh ketika hujan deras dan rumah kita banjir. Coba kita ingat-ingat, kalau kita nguras (membuang air banjir keluar) dalam setiap musim hujan, paling-paling cuma 10 - 14 hari. Sementara dalam 1 tahun kita punya 365 hari. Berarti hitungan matematikanya khan sebenarnya kita punya 351 hari tanpa banjir, tanpa kegiatan menguras, tidur nyenyak, beraktivitas lancar, berada dalam rumah yang nyaman dan ini rumah kita sendiri walaupun cicilan masih kurang 2 tahun hehehe. Apa yang tidak kita syukuri? Jadi sebenarnya nggak ada alasan kita untuk mengeluh... apalagi sampe koar-koar nulis status di medsos betapa menderitanya kita karena banjir di rumah kita sendiri "
Duduk berdua menikmati susu coklat panas, ternyata mengingatkanku sendiri tentang pentingnya bersyukur. Bersyukur masih diberikan kesehatan. Bersyukur masih punya banyak harta dan tentu saja tidak boleh kita membandingkan dengan harta orang lain yang lebih banyak karena itu sudah menjadi hak masing-masing yang sudah dibagikan oleh Allah SWT. Jadi ingat surat Ar Rahman kesukaanku فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Fabi-ayyi ala-i rabbikuma tukaththibani ( Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan ? )
Rumah kami termasuk di kawasan perumahan yang sering banjir ketika musim hujan. Sehingga banyak tetangga-tetangga kami, rumahnya ditinggikan. Rumah kami masih termasuk rendah belum bisa kami tinggikan. Karena itu setiap musim penghujan dan ketika hujan sudah mulai sering intensitasnya , apalagi deras dalam beberapa jam, bisa dipastikan rumah kami akan banjir. Bukan karena air dari luar masuk ke dalam tapi air dari dalam lantai rumah merembes keluar.
Rumah kami termasuk rumah yang nyaman dan lumayan cantik cuma karena rendah aja, seolah ketika musim hujan menjadi musim yang menyebalkan.
Duduk menikmati susu coklat panas berdua. Kita ngobrol tentang hujan dan rumah kita. Ketika Mbarepku berkata betapa nyamannya menikmati susu coklat panas di sela-sela hujan begini, aku meng iyakan dan nggak lupa mengingatkan kalau hujan memang enak, adem , segar tapi jangan lupa rumah kita banjir. Kita sama-sama tertawa. Yaaaa..... kita sudah bisa menertawakan sebuah ketidaknyamanan. Kemudian aku bicara lagi. "Seharusnya kita ini nggak perlu terlalu banyak mengeluh ketika hujan deras dan rumah kita banjir. Coba kita ingat-ingat, kalau kita nguras (membuang air banjir keluar) dalam setiap musim hujan, paling-paling cuma 10 - 14 hari. Sementara dalam 1 tahun kita punya 365 hari. Berarti hitungan matematikanya khan sebenarnya kita punya 351 hari tanpa banjir, tanpa kegiatan menguras, tidur nyenyak, beraktivitas lancar, berada dalam rumah yang nyaman dan ini rumah kita sendiri walaupun cicilan masih kurang 2 tahun hehehe. Apa yang tidak kita syukuri? Jadi sebenarnya nggak ada alasan kita untuk mengeluh... apalagi sampe koar-koar nulis status di medsos betapa menderitanya kita karena banjir di rumah kita sendiri "
Duduk berdua menikmati susu coklat panas, ternyata mengingatkanku sendiri tentang pentingnya bersyukur. Bersyukur masih diberikan kesehatan. Bersyukur masih punya banyak harta dan tentu saja tidak boleh kita membandingkan dengan harta orang lain yang lebih banyak karena itu sudah menjadi hak masing-masing yang sudah dibagikan oleh Allah SWT. Jadi ingat surat Ar Rahman kesukaanku فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Fabi-ayyi ala-i rabbikuma tukaththibani ( Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan ? )
Komentar
Posting Komentar